Apalagi saat ini sudah banyak sekali obat aborsi maupun tempat yang menyediakan jasa aborsi, baik medis maupun non medis.
Mari kita simak penjelasan syariatnya berikut ini…
Secara bahasa aborsi adalah pengguguran kandungan (janin), artinya membuang anak sebelum sempurna dan disebut dengan menggugurkan janin. Atau, secara bahasa juga bisa dikatakan, lahirnya janin karena dipaksa atau karena lahir dengan sendirinya.
Macam-macam Aborsi
Menurut perspektif fiqih, aborsi digolongkan menjadi lima macam, di antaranya:
a.Aborsi Spontan (al-isqâth al-dzâty)
Janin gugur secara alamiah tanpa adanya pengaruh dari luar, atau gugur dengan sendirinya. Biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom.
Hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh infeksi, kelainan rahim atau kelainan hormon. Kelainan kromosom tidak memungkinkan mudhghah tumbuh normal. Kalaupun tidak gugur, ia akan tumbuh dengan cacat bawaan.
b.Aborsi karena darurat atau pengobatan (al-isqâth al-dharry/al-‘ilâjiy).
Aborsi jenis ini dilakukan karena ada indikasi fisik yang mengancam nyawa ibu bila kehamilannya dilanjutkan. Dalam hal ini yang dianggap lebih ringan resikonya adalah mengorbankan janin, sehingga menurut agama aborsi jenis ini diperbolehkan.
Kaidah fiqih yang mendukung adalah: “Yang lebih ringan di antara dua bahaya bisa dilakukan demi menghindari resiko yang lebih membahayakan.”[8]
c.Aborsi karena khilaf atau tidak disengaja (Khatha’).
Pada kasus ini, aborsi dilakukan tanpa sengaja. Misalnya seorang pemburu yang hendak menembak binatang buruannya tetapi meleset mengenai seorang ibu yang sedang hamil ketika ibu itu sedang berjalan di persawahan sehingga mengakibatkan ibu tersebut keguguran.
Tindakan pemburu tersebut tergolong tidak sengaja. Menurut fiqih, pihak yang terlibat dalam aborsi seperti itu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dan jika, janin keluar dalam keadaan meninggal ia wajib membayar denda bagi kematian janin atau uang kompensasi bagi keluarga janin.
d.Aborsi yang menyerupai kesengajaan (syibh ‘amd).
Aborsi dilakukan menyerupai kesengajaan. Misalnya seorang suami yang menyerang isterinya yang sedang hamil hingga mengakibatkan keguguran. Serangan itu tidak diniatkan kepada janin melainkan kepada ibunya, tetapi kemudian karena serangan tersebut, janin yang dikandung oleh ibu tersebut meninggal karena sang ibu megalami keguguran.
Pada kasus ini menurut fiqih pihak penyerang harus diberi hukuman, dan hukuman semakin berat jika janin yang keluar dari perut ibunya sempat menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Menurut fiqih penyerang dikenai diyat kamilah jika ibunya meninggal yaitu setara dengan 50 ekor unta ditambah dengan 5 ekor unta (ghurrah kamilah) atas kematian bayinya.
e.Aborsi sengaja dan terencana (al-‘amd).
Aborsi ini dilakukan dengan sengaja oleh seorang perempuan yang sedang hamil, baik dengan cara minum obat-obatan yang dapat menggugurkan kandungannya maupun dengan cara meminta bantuan orang lain (seperti dokter, dukun dan sebagainya) untuk menggugurkan kandungannya.
Aborsi jenis ini dianggap berdosa dan pelakunya dikenai hukuman karena dianggap sebagai tindak pidana yaitu menghilangkan nyawa anak manusia dengan sengaja. Sanksinya menurut fiqih sepadan dengan nyawa dibayar dengan nyawa (qishash).
Sementara itu, perincian mengenai hukum menggugurkan kandungan (aborsi) itu sendiri dibagi menjadi 2:
A.Setelah ditiupnya ruh
Ditiupnya ruh/nyawa pada janin yang berada dalam kandungan berarti janin tersebut sudah hidup, adapun masa ditiupnya ruh adalah setelah 120 hari (4 bulan) sebagaimana dijelaskan dalam hadits :
“Sesungguhnya setiap orang dari kalian dikumpulkan dalam penciptaannya ketika berada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi ‘alaqah (zigot) selama itu pula kemudian menjadi mudlghah (segumpal daging), selama itu pula kemudian Allah mengirim malaikat yang diperintahkan empat ketetapan dan dikatakan kepadanya, tulislah amalnya, rezekinya, ajalnya dan sengsara dan bahagianya lalu ditiupkan RUH kepadanya.” (Shohih Bukhori, no.3208 dan Shohih Muslim, no.2643)
Semua ulama sepakat bahwa menggugurkan kandungan setelah kandungan berumur 120 hari/4 bulan yang berarti setelah ditiupnya ruh pada janin hukumnya adalah haram.
B.Sebelum ditiupnya ruh
Sahabat Ummi, para ulama berbeda pendapat mengenai hukum aborsi yang dilakukan sebelum janin ditiupkan ruh. Perincian mengenai perbedaannya adalah sebagai berikut:
1.Hukumnya haram secara mutlak.
Pendapat ini merupakan pendapat “al-aujah” dalam madzhab Syafi’i, yang didukung oleh Syekh Ibnul Imad dan beberapa ulama’ dari kalangan madzhab syafi’i.
Alasannya ketika mani/sperma sudah menetap di dalam rahim, maka mani tersebut sudah akan tiba waktunya dan sudah siap untuk ditiup ruh.
Imam Ghozali dalam kitab Ihya’ menyatakan; ketika mani laki-laki (sperma) sudah bercampur dengan mani perempuan (ovum) maka sudah siap menerima kehidupan, karena itu merusaknya adalah suatu tindakan kriminal (kejahatan/jinayat).
Pendapat ini juga merupakan pendapat madzhab Hanbali sebagaimana dituturkan oleh Imam Al Jauzi. Pendapat ini juga merupakan pendapat yang mu’tamad dalam madzhab Maliki, Imam Malik rohimahulloh mengatakan : “Semua yang digugurkan oleh seorang wanita, baik itu berupa gumpalan daging (mudhghoh) atau segumpal darah (alaqoh) adalah suatu kejahatan (jinayah).
2.Boleh secara mutlak.
Pendapat ini diikuti oleh Syekh Abu Ishaq Al Maruzi dari kalangan madzhab syafi’i, bahkan menurut Imam Romli pendapat yang rojih (unggul) adalah diperbolehkannya menggurkan akndungan sebelum ditiupnya ruh.
Pendapat ini juga dinyatakan oleh beberapa ulama’ madzhab Hanafi, sedangkan dari kalangan madzhab Maliki yang mengikuti pendapat ini adalah Syekh Ibnul Kamil Al-Lakhmi, sebagian ulama’ madzhab Hanbali juga ada yang mengikutiu pendapat ini.
3.Boleh jika ada udzur.
Pendapat inilah sejatinya pendapat madzhab Hanafi, sebagian udzur yang memperbolehkan pengguguran kandungan sebelum ditiupnya ruh, sebagaimana dijelaskan Syekh Ibnu Wahban.
Semisal ketika seorang wanita sudah dinyatakan positif hamil, namun air susunya tidak bisa keluar sedangkan ayah dari bayi tersebut tidak memiliki uang untuk menyewa wanita untuk menyusui anaknya ketika bayinya lahir nanti, dan dikhawatirkan apabila kandungan tersebut tidak digugurkan, nanti saat bayi tersebut lahir akan mati karena ibunya tidak bisa menyusui.
4.Makruh secara mutlak.
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Romli dari kalangan madzhab Syafi’i, beliau menyatakan bahwa hukum pengguguran kandungan sebelum ditiupnya ruh itu dimungkinkan makruh tanzih atau makruh tahrim, dan hukum makruh tahrim akan semakin kuat ketika umjur janin di dalam kandungan mendekati masa ditiupnya ruh.
Pendapat ini juga dinyatakan oleh Syekh Ali bin Musa, ulama’ dari kalangan madzhab Hanafi, beliau memberikan asalasan dimakruhkannya sebab ketika mani sudah masuk ke dalam rahim maka sudah siap untuk menerima kehidupan.
Selain itu pendapat ini juga diikuti oleh sebagian ulama’ madzhab Maliki dalam masalah pengguguran kandungan sebelum masa kandungan mencapai 40 hari.
Dengan demikian, jelas bahwa Islam sangat menghargai nyawa manusia meskipun masih berupa janin. Oleh karena itu, jika pasutri ingin membatasi kelahiran anak, lebih baik dengan metode pencegahan yakni salah satunya cara azl (mengeluarkan sperma di luar tubuh istri), daripada melakukan aborsi atau pengguguran kandungan. Wallaahualam.
No comments:
Post a Comment